Kamis, 05 Juni 2008

Apakah yang dimaksudkan dengan Kejawen itu ?

Ilmu Kejawen atau Kejawen adalah sebuah Pengetahuan yang bersumber dari Adat ( Peraturan ) serta Budaya ( Hasil karya ) lokal Jawa.
Banyak jenis Kejawen yang dapat dipelajari, diantaranya :

A. Kejawen yang mengupas tentang Budaya.

1. Kejawen yang mengupas tentang Kasusilan ( Hablaminnanas ).
2. Kejawen yang mengupas tentang Seni Tari, Pahat, Ukir, Sastra dll.
3. Kejawen yang mengupas tentang Kepercayaan /KeTuhanan.
4. Kejawen yang mengupas tentang Wesi Aji, Watu Aji, dll.
5. Kejawen yang mengupas tentang Kanuragan. Dll.

B. Kejawen yang mengupas tentang Adat adalah peraturan yang ada dan tidak tertulis ( Konvensi ) namun sangat ditaati oleh masyarakat setempat yang mana semua itu dibuat dan diakui bersama serta ditaati secara turun temurun, walau kadang kadang mengandung unsur mistis.

Apakah benar bahwa ada pengertian bahwa dalam Kejawen itu memiliki Kitab Suci ?

Benar, yang dimaksudkan dalam Pengertian bahwa Kejawen memiliki 2 Kitab Suci itu adalah sbb :

1. Kitab Suci Kering, yaitu Kitab Suci yang tertulis,
seperti misal :
Sastro Jenro Hayu Ningrat Pangruwating Diyu, Serat Centhini
Hamamangayu Hayuning Bawana, Sasongko Jati, Serat Wirit Hidayat Jati
, dll.

2. Kitab Suci Basah, yaitu petuah-petuah dari para pinisepuh, biasanya banyak yang berujut falsafah.
Misal :
Aja pada rumangsa bisa, ananging padaa bisa rumangsa, marga rumangsa bisa iku manggon ana ing pikirmu, ananging bisa rumangsa iku manggon ana ing atimu.
( Janganlah merasa bisa, akan tetapi bisa merasa, sebab merasa bisa itu terletak di pikiranmu, akantetapi bisa merasa itu terletak pada hatimu ).

Suro diro Jaya ningrat Lebur dening Pangastuti.
Yang artinya adalah Kejahatan itu akan terkalahkan dengan Kebaikan. dll

Gusti Allah itu ada dua, Benarkah itu ?

Untuk menjawab Benar dan Salah, kami tidak bisa menjawabnya, sebab Bener iku durung temtu yen pener, salah uga durung temtu yen keliru ( Benar itu belum tentu kalau tepat, Salah juga belum tentu keliru ), namun kami akan menjelaskan sedikit tetang pengertian tersebut.
Manusia menurut pengertian Kejawen terdiri dari 2 ( Dua ) unsur yaitu :
Raga dan Sukma, yang lazim mereka sebut Loroning Atunggal atau Dwi Tunggal.

Yang pertama adalah Raga atau Tubuh yang terlihat ini dibuat oleh Manusia yaitu Bapak dan Ibu, karena menurut Kejawen pula bahwa, Manusia yang dibuat oleh Gusti Allah itu adalah hanya ada 2 yaitu Bapa Adam dan Ibu Kawa ( Hawa ) tertulis dalam serat HA NA CA RA KA DA TA SA WA LA PA DA JA YA NYA ( Artinya, HA NA CA RA KA Ana Duta / Ada utusan, DA TA SA WA LA, Datan saanane, Datang seadanya, PA DA JA YA NYA, Pada Jayanya, Sama Jayanya, berarti lebih dari satu. Berdasar pengertian itulah maka orang Jawa berpendapat semua keturunan Adam dan Hawa adalah buatan Manusia atau Gusti Allah kang Katon ( Gusti Allah yang terlihat oleh mata manusia) yaitu Orang Tua maka dari pengertian Kejawen kalau seorang anak manusia berani atau menyalahi terhadap Orang Tuanya sendiri disebut KUWALAT atau Dosa pada Orang Tua.

Yang Kedua adalah Sukma atau Roh, ini dalam Kejawen banyak dikupas pengertiannya, ada yang menyebut Sedulur papat kalima pancer kakang kawah adi ari-ari, dsb. Sukma inilah yang membuat adalah Gusti Allah kang ora Katon ( Gusti Allah yang tidak terlihat oleh mata manusia ) yaitu Allah swt. Berani atau bersalah terhadap Gusti Allah disebut DOSA.

Apakah pengertian Roh menurut Kejawen ?

Roh adalah Dzat yang dibuat oleh Allah yang bebas lepas, belum memiliki tugas dari Sang Pencipta.

Apakah sebenarnya Danyang itu ?

Danyang itu kata yang sebenarnya dari kata Dzat Hyang, yang artinya Dzat adalah zat, Hyang dari kata Hyang Agung atau Gusti Allah, jadi Dzat Hyang adalah Dzat dari Gusti Allah yang diutus tinggal disuatu tempat, karena lidah orang Jawa saja dari kata Dzat Hyang menjadi Danyang.

Mengapa orang Iawa itu selalu mempergunakan Kemenyan atau Bunga ?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut marilah kita menengok sejenak tentang Roh.

Apakah sebenarnya makanan Ruh itu ?

Makanan Ruh itu adalah Aroma, demikian pula Sukma kita ( Ingat !, tentang arti Sukma ), dijaman sekarang ada Parfum atau minyak wangi, dimana bila kita mempergunakan minyak wangi maka sedikit banyak diri kita merasa Percaya Diri, ada pula Aroma Terapi, yang konon membuat siapa menghirup Aroma tersebut dapat membuat menyegarkan pada dirinya.
Demikian pula Kembang maupun Menyan akan memiliki aroma, dimana aroma tersebutlah yang dimakan oleh Roh, namun biasanya Kemenyan dan Bunga jika dilakukan pada tempat tertentu dan dibacakan “Doa“ khusus maka akan dapat memanggil Roh lain, tidak ubahnya dengan minyak Misik, Jafaron, Bukhur Mahgribhi, Bukhur Soleiman, dll, jika dalam dunia nyata, seseorang yang ingin bila seekor kambing dating untuk mendekat maka orang tersebut akan membawa rumput agar kambing tersebut mendekat, demikian pula pada Roh.
Ada kemungkinan pada saat itu orang Jawa belum dapat membuat minyak-minyak yang berbau harum sehingga Menyan dan Kembang yang dijadikan media pengharum.

Apakah yang dimaksud Sukma menurut Kejawen ?

Dalam pengertian Kejawen telah dijelaskan bahwa Raga dibuat oleh Manusia ( Bapa dan Ibu ), sedang Sukma dibuat oleh Gusti Allah yang berasal dari Roh, pengertian tersebut adalah sebagai berikut :

1. Ruh kang diutus dening Gusti dadi dutaning Manungsa marang Gusti kasebut Malekat.
( Roh yang diutus oleh Allah sebagai utusan Manusia dengan Allah disebut Malaikat ).
2. Ruh kang diutus dening Gusti anggoda Manungsa kasebut Jin, Iblis utawa Syetan.
( Roh yang diutus oleh Allah untuk menggoda Manusia disebut Jin, Iblis atau Syetan ).
3. Ruh kang diutus dening Gusti amanjing ana wadaging Manungsa kasebut Sukma.
( Roh yang diutus oleh Allah tinggal didalam tubuh Manusia disebut Sukma ).
4. Ruh kang diutus dening Gusti oncat saka wadaging Manungsa kasebut Arwah.
( Roh yang diutus oleh Allah untuk keluar dari tubuh manusia disebut Arwah ).

Jadi berdasar pengertian diatas maka yang dimaksud Sukma adalah Ruh yang tinggal dalam tubuh Manusia.

Apakah Kejawen itu adalah juga merupakan Agama ?

Pertanyaan ini sebenarnya bukan kami yang menjawab tetapi lebih tepatnya adalah Negara, atau orang yang telah mengerti hakekat Sasujud yang tanpa mengenal apa Agamamu tetapi siapa Gustimu.
Mengapa ?
Hal ini sudah tersurat dalam UUD 1945 dan Penjelasannya, bahwa Agama yang diakui oleh Negara ada 5 ( lima ) yaitu : Khatolik, Kristen, Islam, Hindu dan Budha, diluar itu disebut Kepercayaan. Baiklah kita tidak usah membicarakan itu, tetapi mari kita lihat pada Kejawen itu sendiri, yang memiliki pengertian sbb :

Jawa pada digawa, Arab pada digarab, Budha pada ditata, Hindu pada digugu, Nasrani pada dikanthi.

( Arab sama digarap, Jawa sama dibawa, Budha sama ditata, Hindu sama dipercaya, Nasrani sama digandeng ).

Artinya : dalam pengertian orang Jawa mereka tidak membedakan Agama, tetapi mereka lebih condong pada tingkah laku, mereka tidak mau mengkotak-kotak, dan tidak mau dikotak-kotak.

Kejawen sebenarnya ada 3 ( tiga ) Trep atau Tingkatan, mengapa disebut tingkatan ? karena disetiap tingkat itu berbeda pengertiannya. Yaitu :

1. Manembahing Kawula Gusti.
2. Manunggaling Kawula Gusti.
3. Leburing Kawula Gusti.

Apakah yang dimaksud akan Bathin itu ?

Lazim Bathin disebut dengan Kata Hati atau Mata Hati, mari kita tinjau dari ungkapan Kanjeng Syeh Siti Jener yang dikupas oleh Kanjeng Sunan Kali Jaga sbb :

Obahe Pikir iku kasebut Kareb, obahe Kareb kasebut Rasa, Obahe Rasa iku kasebut Bathin, obahe Bathin kasebut Osik, Obahe Osik kasebut Nurullah,
Niat kang saka pikir iku kasebut Karsa, niat kang saka Kareb kasebut Karya, niat kang saka Rasa kasebut Manteb, niat kang saka Bathin kasebut Meneb, niat kang saka Osik kasebut Sujud tunduk Pasrah, niat kang saka Nurullah kasebut Mati utawa Manunggal rasa ing Gusti.

Bergeraknya Pikir itu disebut Keinginan, Bergeraknya Keinginan disebut Rasa, Bergeraknya Rasa disebut Bathin, Bergeraknya Bathin disebut Osik, Bergeraknya Osik disebut Nurullah,
Niat yang dari Pikir disebut Kemaunan, Niat yang dari Keinginan disebut Karya, Niat yang dari Rasa disebut Mantap, Niat yang dari Bathin disebut Menep, Niat yang dari Osik disebut Sujud tunduk Pasrah, Niat yang dari Nurullah disebut Menyatunya diri dengan Allah.

Artnya : Segala sesuatu yang berasal karena pemikiran tanpa didasari dengan rasa yang terdalam maka semua hanya mencari keuntungan semata, mencari Nama, mendapatkan ketenaran belaka yang semua itu adalah duniawi, namun jika kita melakukan sesuatu dengan niat kedalam ( sampai tingkat bathin saja ) maka semakin kedalam semakin tunduk orang tersebut.

Biasanya antara Pikir dan Keinginan dimiliki oleh orang pada tingkat Manembah / Syareat / Kamadhatu karena pada tataran ini masih duniawi, Rasa dan Bathin dimiliki oleh orang pada tataran Manunggal / Hakekat / Rupadhatu yang sudah mengurangi rasa Duniawi, Osik dan Nurullah dimiliki oleh orang pada tataran Lebur / Makrifat / Arupadhatu.
Pertanyaan : Jika kita berniat untuk menyembah Allah darimanakah timbul niatku ini ?

Apakah Kejawen juga bersembahyang ?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut alangkah baiknya kita melihat terlebih dahulu perbedaan yang ada antara Donga (Doa ), Sembahyang, Mantra, Dzikir.

DOA (Donga, jw) adalah sebuah permohonan kepada Allah tanpa melakukan gerakan biasanya dilakukan secara spontan.
SEMBAHYANG, adalah suatu permohonan kepada Allah yang dilakukan dengan sebuah gerakan.
MANTRA adalah suatu permohonan kepada Allah yang biasanya berguna untuk membuka akan Ilmu Allah.
DZIKIR, adalah suatu permohonan kepada Allah dengan menyebut asma Allah dengan cara mengulang-ulang.

Jika kita menengok pengertian tersebut di Jawa ada pengertian tentang PATRAP, SEMEDHI, SASAHIDAN, dll.

Patrap atau pepatrap hampir sama dengan Semedhi, namun terdapat sedikit perbedaan pada sisi pernafasan, jika patrap kurang memfokuskan pada sisi pernafasan tetapi Semedhi lebih memfokuskan pada pernafasan, patrap lebih focus pada Doa Semedi tidak.

Hidup adalah Mati, Mati adalah Awal Kehidupan

Yang dimaksudkan Hidup itu Mati adalah Hidup harus dapat mematikan akan Keinginan, sebab Manusia itu yang paling ditakuti adalah Kareb atau Keinginannya, sebab ada petuah mengatakan sbb :

Usrege ndonya iku sabenere mung sakecape lambe, yaiku Kareb, nanging tentreme ndonya uga sakecape lambe yaiku Eling, lelakua ngango kekarepanmu, nanging tetekena nganggo Elingmu.

Keruwetan dunia itu sebetulnya Cuma seucap bibir, yaitu Ingin, tetapi tentramnya dunia ini juga hanya seucap bibir yaitu Ingat, Berjalanlah dengan Keinginanmu, tetapi bertekanlah pada ke Ingatanmu.

Artinya : Bahwa dunia ini begitu semrawut, ruwet, onar, dll, semua itu semua itu sebenarnya digerakan oleh rasa kemauan, keinginan manusia itu sendiri guna mecukupi akan keinginan yang tiada habisnya, namun tentramnya dunia ini juga tergantung oleh rasa ingat kita pada Allah maka kita bisa menghentikan sejenak semua kegiatan yang ada, maka berjalanlah dengan Keinginanmu tetapi selalulah ingatmu yang dikedepankan jangan keingananmu.

Untuk itulah maka pada setiap manusia haruslah berusaha menyatakan atau berjanji pada dirinya bahwa saya adalah Rasullullah ( Utusan Allah, Rasaning Allah jw ), sebagai penganut, juga menjalankan, serta menyebarkan, merawat akan firman Allah, dimana janji dirinya selaku Rasullulah tersebut tidak boleh diucapkan pada siapapun, salah satu sikap Rasaning Allah adalah Cinta Kasih pada semua ciptaan Allah ( Hamamangayu / memberi keindahan, mempercantik ) termasuk Manusia, Alam Tumbuh-tumbuhan, Binatang, dll.



Kematian adalah awal dari kehidupan artinya bahwa hidup didunia itu sebenarnya Jasad/ Tubuh/ Raga itu adalah Robot, sedangkan Rasa yang memiliki adalah Ruh, hal ini dapat dibuktikan pada kita yang hidup, disaat kita naik mobil mewah, dan disaat kita naik mobil Buruk, kita bisa merasakan walau mata ini tertutup, namun disaat kita tak bernyawa dibawa oleh Ambulance yang mewah atau yang buruk kita tidak akan merasakan.



Padahal disaat kita Raga mati Ruh masih tetap hidup, dan kembali pada Sang Pencipta, benarkah langsung kembali ? , jika kita tinggal di Kota A dan Orang Tua kita tinggal dikota B, dimana jarak kota A dan kota B antara 500 km, jika Orang Tua kita memanggil dan kita menyanggupinya dan saat itu pula kita menghadap orang Tua kita, pertanyaannya , benarkah disaat itu kita sudah di kota B ? dan apakah kita masih ada dikota A ? Jawabnya, Kita sudah meninggalkan Rumah kita, tetapi kita masih dikota A, namun lambat laun akan meninggalkan kota A, tetapi belum sampai pada kota B, artinya masih dalam perjalanan.



Jika saja kita kembali pada Manusia ciptaan Allah, yaitu Adam dan Hawa berapakah usia beliau ? sebutlah 1000 th sedangkan manusia sekarang berapakah usianya ? sebutlah 100 th, kemanakah yang 900 th ? inilah makanya dalam pengertian Jawa mengatakan :

Urip ning ndonya iku mung sadrema mampir ngombe.

Hidup di dunia itu hanya sekedar mampir minum.

Artinya : kata Mampir menunjukkan bukan tempat yang sebenarnya, berarti dunia ini bukan tempat kita yang sebenarnya, kata mampir juga mengartikan waktu yang sebentar, artinya hidup didunia ini hanya sebentar.



Itulah makna Kematian adalah awal sebuah Kehidupan, dan kembalinya Ruh kita akan memakan beratus-ratus tahun lamanya, didalamnya Ruh kita akan mempertanggung jawabkan akan perbuatan kita disaat hidup di dunia.



Pertanyaan : Marilah kita menengok dan bertanya pada diri kita, berapakah Usia kita ? dalam sehari berapa kalikah kita mandi ? disaat kita mandi apakah yang kita bersihkan ? Pernahkah kita memandikan akan Ruh kita ? Bukankah Ruh kita yang dibuat oleh Allah dan kita menyembahnya ? Mengapa pemberian Allah kita kesampingkan dan tidak kita bersihkan ?


Bagaimanakah cara membersihkan Ruh ?

Adakah dalam ajaran Kejawen mengenal Jihad. ?

Jika kita mengatakan Jihad maka kita akan berfikir Perang, jika kita berkata perang maka kita akan berfikir musuh, jika kita berkata musuh maka kita akan berfikir Kawan seperjuangan atau laskar, mengapa kita berperang ?, Sekarang pertanyaanya siapakah yang kita perangi ?, Siapakah musuh kita ?, Siapakah Laskar kita ?, marilah kita kupas satu persatu akan hal tersebut.

Manusia yang berReligius memang diwajibkan untuk berperang yaitu memerangi Keinginan, karena keinginan adalah gerak dari Pikiran, dan Pikiran adalah istana Syetan, maka musuh utama kita adalah Syetan yang ada dalam diri kita sendiri, sedang laskar kita adalah kekuata Firman Allah yang kita hafalkan serta kita hayati, jadi kita harus berperang melawan keinginan kita, yang bersumber dari pikiran kotor kita, dengan jalan mematikan keinginan kita, dengan jalan sering kita lakukan Dzikir, berpuasa, sering bersembahyang, atau melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, berperang bukan untuk mengalahkan orang lain tetapi mengalahkan dirinya sendiri, Mengapa ? , sebab semua dasar ajaran Allah dari Agama apaun intinya adalah Cinta Kasih, dalam Jawa ada pepatah mengatakan :

Rame ing gawe sepi ing Pamrih

Ramai dalam perbuatan, sepi dalam berpamrih
Artinya : bahwa kita dalam melakukan akan pekerjaan Allah tidak diperbolehkan untuk meminta imbalan berujud materi, namun juga tidak diperbolehkan mengharap akan Pahala Allah, hal ini harus dengan dasar Ikhlas yaitu sekarang memberi besok lupa, untuk itulah dalam penganut Syeh Siti tidak diperkenankan untuk mudah mengatakan beramal atau bersedekah karena hal terebut bukan kita yang menentukan tetapi Allah yang menentukan Amal dan sedekah, tetapi lebih baik memakai kata “ Beri “ lebih ringan mengucapkan baik dalam hati maupun moral. Dalam kata lain serahkanlah semua perbuatanmu pada Allah karena dia yang mengawasimu.

Paguyuban TUNGGAL ROSO

Paguyuban TUNGGAL RASA didirikan oleh Ki Alam sejak tahun 1999 yang mana Ki Alam dibantu oleh beberapa tokoh diantaranya Ki Sapto beliau bidang Holistik, Ki Budi bidang Tenaga Dalam, Ustad Nasikin bidang Karomah, Gus Al bidang Keghoiban.

Paguyuban TUNGGAL RASA sendiri memiliki prinsip Tetulung uga Makarya, artinya siap memberikan pertolongan bagi yang benar-benar tidak mampu dan bekerja bagi mereka yang mampu.

Paguyuban TUNGGAL RASA siap melayani diantaranya :

Penyembuhan Penyakit Sabdha (Penyakit yang berasal dari Diri sendiri ), Penyakit Guna (Penyakit yang berasal dari Orang lain ), Penyakit Wana ( Penyakit yang berasal dari Alam lain ), Penyakit Tirta (Penyakit yang berasal dari Makanan dan minuman sehari-hari ), Penyakit Lepas (Penyakit yang berasal dari Allah )

1. Pengobatan Langsung ( Pasien datang langsung )
Pengobatan dengan system Refleksi, Hipno Therapy, Transfer Penyakit ke binatang ( Kelinci, Kambing, Ayam ), Totog dan Senteg.
2. Pengobatan Jarak Jauh ( Pasien tidak perlu datang ).
Dengan petunjuk dan therapy jarak jauh langsung dirasakan, karena Pasien akan langsung dibersihkan dan diberikan transfer energi.

3. Ruwat Sengkala
Pembersihan Energi Negatif yang ada dalam tubuh Manusia yang mengakibatkan Kesialan terus menerus.( Datang langsung dan tidak Langsung ).

4. Mandi Derajad
Berguna untuk meningkatkan karier dalam pekerjaan. .( Datang langsung dan tidak Langsung ).

5. Penglarisan
Berguna untuk meningkatkan barang dagangan anda dan mendapatkan banyak pelanggan.( Datang langsung dan tidak langsung )

6. Pagar Ghoib untuk Rumah
Berguna untuk memagari gangguan sisi dimensi Irasional atau Ghoib dari luar rumah.( Datang Langsung dan tidak Langsung ).

7. Pagar Ghoib Untuk Usaha
Berguna untuk memagari gangguan sisi dimensi Irasional atau Ghoib dari pihak lain / Saingan / Rival Usaha ( Datang langsung dan tidak Langsung ).

8. Wisata Alam Ghoib
Berguna untuk melihat ciptaan Allah yang tidak terlihat ( Permanen dan tidak ) ( Datang langsung ).

9. Pengisian Khodam Pendamping
Berguna untuk memiliki Khodam Pendamping dapat diperlihatkan dan untuk “pertolongan” bagi pemiliknya. ( Datang langsung ).

10. Pemindahan Mahkluk Ghoib
Berguna bagi mereka yang tempat tinggalnya ditinggali mahkluk ghoib dan sering mengganggu. ( Datang langsung dan tidak Langsung ).

11. Pelatihan Hypnosis
Bagi mereka yang menginginkan untuk belajar Hipnotisme. ( Datang Langsung ).

12. Pelatihan Holistik
Bagi mereka yang menginginkan dapat melakukan penyembuhan untuk pihak lain atau diri sendiri ( Datang langsung ).

13. Perjodohan
Bagi mereka yang jodohnya sulit ( Datang langsung )

14. Konsultasi Supranatural
Bagi mereka yang menginginkan Konsultasi terlebih dahulu dengan mengisi Pulsa min.50. 000 Rupiah.

Tiada yang mustahil bagi Allah, jika kita berkenan dengan tulus memohon kepadaNYA,Anda Berusaha , Kami berupaya , Allah menentukan

Bagi Peminat yang ingin berhubungan dengan Ki Alam Surya Kusuma
dapat menghubungi Call center :Hp. 081390666072 atau ( 024 ) 70203858

Syech Siti Jenar

Syeh Siti Jenar asing ( Persi/ Iraq ) adalah orang yang pertama kali mempelajari kejawen dan mengajarkan langsung bukan ditempat asal tetapi tempat dimana beliau menimba Ilmu, beliau orang pertama kali yang mengkolaborasi antara Islam dan Jawa, sedangkan asal usul beliau seperti yang dituturkan oleh Sesepuh kami secara turun temurun sbb :

SEJARAH SINGKAT ASAL USUL SYEH SITI JENAR
DALAM VERSI PENERUSNYA


Pada Jaman dahulu dikerajaan Jawa Barat ada seorang Kyai yang Sakti Mandraguna ( sangat Sakti ), beliau bernama Kyai Santang, dalam mengadu akan Ilmunya selalu beliau pilih tangding, karena adanya “Garis Demargasi” antara Jawa Barat dan Jawa Tengah tentang anggapan bersaudara maka beliau tidak akan mencari tanding ke Jawa Tengah.

Pada suatu hari sampailah di telinga beliau bahwa di Tanah Gujarat ada sorang yang Sakti Mandraguna dengan pusakanya yang terkenal yaitu Pedang Allah, dia bernama Sayidina Ali.
Singkat cerita berangkatlah Kyai Santang menuju tanah Gujarat untuk menemui Sayidina Ali guna mengadu Ilmu, sebelum mereka beradu ilmu, mereka sepakat melakukan perjanjian, isi perjanjiannya adalah, jika Kyai Santang kalah maka Kerajaan Galuh dinegara Pasundan Jawa Dwipa akan diberikan oleh Sayidina Ali, akan tetapi sebaliknya jika Sayidina Ali yang kalah maka semua Ilmu Sayidina Ali haruslah diberikan semua pada Kyai Santang, setelah mereka setuju maka bertempurlah kedua tokoh tersebut, konon cerita pertarungan tersebut tidak pernah berhenti hingga 40 hari 40 malam, namun pada suatu ketika Sayidina Ali mendapatkan akal untuk menyudahi pertempuran tersebut, dalam hati dia berkata “ Ah..seandainya aku berpura-pura kalah maka semua ilmuku dapat kuberikan pada orang ini yang sudah tentu dapat kupercaya akan kesaktiannya, sehingga Islam dapat disebarkan didaerah Pasundan, saya yakin Islam akan berkembang ditangannya”, maka setelah berfikir demikian itu, Sayidina Ali mulai menghentikan pertempuran tersebut dan berpura-puralah ia kalah.
Setelah berhenti dan beristirahat sejenak, maka mulailah Sayidina Ali mengajukan persyaratan, untuk menyerahkan akan ilmunya pada orang yang mengalahkannya tersebut, diantaranya orang tersebut harus membaca Dua Kalimat Syahadat terlebih dahulu, dan harus khatam akan Alquran, serta orang tersebut harus rela untuk mengajarkan kepandaiannya pada pihak lain, sebaliknya Kyai Santangpun sangat terkesan akan kepandaian Ilmu Sayidina Ali maka beliau menyanggupi persyaratan tersebut.

Singkat cerita, selesailah sudah pembelajaran Kyai Santang didalam menimba Ilmu, baik Ilmu Agama ( Jalan Allah ) maupun Ilmu Kadigdayan ( Ilmu Allah ) dengan Sayidina Ali, disaat Kyai Santang ingin kembali ke Pasundan maka Kyai Santang diberikan 2 putri keponakan Sayidina Ali untuk diperistrinya, dan diingatkan sekali lagi agar Kyai Santang berkenan dengan Tulus untuk menyebarkan akan Ilmu yang diperoleh darinya khususnya Ilmu Agama Islam, maka sekali lagi disanggupinya pesan tersebut.

Disaat keberangkatan Kyai Santang, Sayidina Ali masih kurang mempercayainya, untuk itulah beliau mengutus salah seorang keponakannya yang sekaligus murid kinasihnya yaitu Syeh Abdul Jabbar yang masih muda belia, tetapi memiliki Ilmu hampir setingkat dengan Sayidina Ali sendiri, dia ditugasi untuk mengawasi Kyai Santang, guna memata-matai apakah beliau benar-benar melakukan penyebaran Agama Islam, namun Allah berkehendak lain Syeh Abdul Jabbar bukan mendarat di Pasundan malah terdampar di Tuban, disinilah beliau melihat bahwa orang Jawa Dwipa sudah mengenal Allah dengan caranya sendiri ( Baca Kejawen ), maka setelah beliau mengetahui letak akan negeri Pasundan dan benar bahwa Kyai Santang telah melakukan pernyataan dari Sayidina Ali maka diutuslah utusan untuk menghadap Sayidina Ali, utusan tersebut untuk menerangkan bahwa Kyai Santang benar-benar melaksanakan akan janjinya.
Setelah tugasnya dianggapnya selesai, maka belajarlah Syeh Abdul Jabbar pada seorang Pandhita di Tuban guna memperdalam pengertian tentang “Gusti Allah orang Jawa Dwipa”.
Singkat cerita pula Syeh Abdul Jabbar dengan cepat menguasai Religius / Agama Jawa maka berkolaborasilah pengertian tentang Islam dan Jawa dalam diri Syeh Siti Jenar, setelah mendalami serta menguasainya, beliau berpikir, bahwa mengingat tidak adanya para pinisepuh Jawa yang melakukan Siar seperti yang dilakukan agama yang lain, maka mulailah Syeh Siti Jenar melakukan siar tersebut dimulai dengan memberikan didikan kepandainya kepada 3 orang murid pertamanya, dari Cirebon ( Syeh Abdul Jalil yang dari Lemah Abang, dimana pada kemudian hari Syeh Abdul Jalil lah yang diakukan selaku Syeh Lemah Abang atau Syeh Siti Jenar, mengapa ? karena Syeh Siti masih menganggap dirinya adalah mata-mata yang diutus Syaidina Ali ) dan di Boyolali ( Ki Kebo Kenanga ), di Pati ( Syeh Jangkung ), ketiga orang tersebutlah yang diaku oleh Syeh Abdul Jabar atau Syeh Siti Jenar selaku Murid Kautaman.
Namun Syeh Siti Jenar dalam siarnya tidak dapat mulus, karena isi dari ajaran Syeh Siti menjadi pertentangan dari para Wali, pertentangan tersebut lebih meruncing lagi karena persoalan “ Politik “ kerajaan Demak Bintoro, dimana Ki Kebo Kenanga dalam beberapa Pisowanan ( Pertemuan ) tidak pernah sowan ( datang ) menghadap Raja Kerajaan Demak Bintoro, hal tersebut membuat resah Raja, apalagi bahwa Ki Kebo Kenanga adalah masih keturunan Brawijaya, dari kerajaan Majapahit, hingga pada suatu hari diutuslah utusan Raja untuk memberitahu Ki Kebokenanga agar sowan ke Kerajaan, akan tetapi pada saat itu beliau Ki Kebokenanga sedang melakukan tapa brata sehingga tidak dapat sowan, maka kembali diutuslah utusan untuk memaksa Ki Kebokenanga, tetapi kekerasan ini dapat dikalahkan dengan Ki Kebokenanga, hingga timbullah ide dari Sunan Kudus untuk mendatangi Ki Kebokenanga, dan akhirnya terbunuhlah Ki Kebokenanga oleh Sunan Kudus, yang pada saat itu menyaru sebagai seorang satria atau utusan dari Kerajaan Demak Bintoro, terbunuhnya Ki Kebo Kenanga membuat gusar para pengikut Syeh Siti, tetapi Syeh Siti Jenar dapat meredamnya, yang mana akhirnya Syeh Jangkung yang membalasnya, tetapi sekedar menguji, tetapi sempat mempermainkan Sunan Kudus atau Kyai Jafar Sidiq yang telah membunuh saudara seperguruannya dengan Kerisnya, bahkan pernah pula mempermalukan istrinya, dari sinilah bibit “ketidak sukaan“ mulai terlihat antara Pengikut Syeh Siti Jenar dengan para Wali.

Pada suatu hari dimana saat itu para Sunan sedang sibuk mendirikan Masjid Demak, murid Tamanya ( Sunan Kalijaga ) dimohon datang oleh Syeh Siti agar datang menemuinya, ditanyalah Kanjeng Sunan Kali oleh Syeh Siti “ Jebeng..apakah para wali mau siar Islam ? “.
Kanjeng Sunan Kali “ Benar Kanjeng “.
Syeh Siti “ Kalau mau siar, kenapa suara azanmu hanya kudengar dibalik tembok Kerajaan saja ?
Kanjeng Sunan Kali “ Maksud Kanjeng ?
Syeh Siti “ Lihatlah disekelilingmu Jebeng…dimanakah murid-murid para wali itu ? “.
Dan lihatlah dimana para santriku “ lanjut Syeh Siti.
Pertanyaan itulah yang membuat gundah pikiran Kanjeng Sunan Kalijaga, walau dalam hati Kanjeng Sunan Kali pertanyaan Syeh Siti dibenarkan karena Syeh Siti memadukan unsur Budaya Jawa sehingga banyak orang Jawa khususnya dari “kawula Alit “nya ( Rakyat kecil ) dapat menerima sehingga murid Syeh Siti begitu banyaknya, suatu hari keresahan Kanjeng Sunan Kali terbaca dan dirasakan oleh Kanjeng Sunan Bonang, “ Sepertinya ada beban apa yang kau pikirkan Kulub.. ?”, kata Kanjeng Sunan Bonang,

Kanjeng Sunan Kalijaga lantas menceritakan pertanyaan Syeh Siti pada Kanjeng Sunan Bonang, namun pertanyaan itulah membuat sedigit gusar para wali dan mulai saat itu ada setitik debu perbedaan dan ketidak sukaan, dan kesimpulan selanjutnya para Wali memohon pada Kanjeng Kali untuk memberitahukan pada Syeh Siti kalau ajaran Syeh Siti sangat meresahkan akan keberadaan para Wali, karena Syeh Siti tidak suka akan perdebatan, maka alasan tersebut oleh Syeh Siti diterima, setelah itu Syeh Siti meminta pada para muridnya agar dalam mengajarkan akan ajarannya secara sembunyi-sembunyi, juga menyebar dan jangan bersama-sama, serta beliau berpesan agar para muridnya bersabar, dikatakan pula bahwa pada saatnya nanti ajarannya akan banyak diikuti banyak umat, namun pada saat itu pula beliau Syeh Siti berjanji tidak akan mengajarkan ajarannya kepada siapapun, dengan kepandaian beliau pula dan disaksikan banyak muridnya beliau berubah bentuk postur tubuhnya, parasnya, berikut namanya diganti, dan beliau sekaligus berpamitan pada semua para muridnya untuk “pergi” dan jangan ada yang mencarinya,serta dalam sekejap beliau hilang dari pandangan semua murid-muridnya termasuk salah satu murid Tamanya yaitu Sunan Kalijaga.

Leburing Kawula Gusti

Leburing Kawula Gusti adalah trap/ tingkatan dalam Kejawen yang paling tinggi, untuk memasuki serta mendalami akan Leburing Kawula Gusti ini, orang tersebut haruslah berpamitan terlebih dahulu pada sanak saudara serta tetangga agar dirinya dianggap sudah mati, untuk itu janganlah dicari, diingat lagi, mengapa demikian ? karena dalam mencapai tinggat ini seseorang haruslah sudah dapat meninggalkan akan duniawi sebab dihati mereka hanya ada Aku ( Ingsun ) dan Allah saja, untuk itulah bagi yang mendalami akan tingkat Leburing Kawula Gusti ini biasanya bertapa di pegunungan serta menjauhi akan keramain duniawi.

Leburing Kawula Gusti ini bisa dikatakan sudah tidak mengharapkan apa-apa, dan dapat pula dikatakan pada posisi ini adalah suatu sikap dalam menyongsong akan kematian diri, dengan tingkat Kasampurnan, artinya bahwa pada tingkatan ini seseorang hanya memohon atau menggugat pada Allah, mengapa Allah digugat ? menggugat ini memiliki arti bahwa Ruh yang diberikan Allah pada saat Raga masih dalam kandungan ( Janin ) dan Ruh mengikuti Raga tersebut keluar dari Gua Garba Ibu untuk hidup didunia ini, maka jika kelak Manusia atau Raga ini mati, atau Ruh Allah kembali ke haribaan Allah maka mohonlah kiranya Allah mengabulkan agar Ruh membawa pula akan Raga ini, hal ini jika diijikan oleh Allah maka peristiwa ini disebut MUKSA atau KAMUKSAN.( mati tanpa meninggalkan Raga/ Jasad ).

Manunggaling Kawula Gusti

Trep atau Tingkatan pada Manunggaling Kawula Gusti ini pada Hakekatnya Ngonceki atau ambuka sesanguning urip ( Mengupas atau membuka bekal kehidupan / Ilmu Allah ).

Pada tataran ini biasanya pengertian sikap Manembah kita sudah kuat, atau menginjak pada tingkat RASA dan BATHIN, demikian pula keniatannya,
niat kang saka Rasa kasebut Manteb, niat kang saka Bathin kasebut Meneb,
Niat yang dari Rasa disebut Mantap, Niat yang dari Bathin disebut Menep
Artinya : Seseorang yangsudah memasuki pada tingkat ini dimohon haruslah tidak ragu-ragu atau berani, dan tidak diperbolehkan bersipat Adigang, adigung atau merasa sombong.
Seperti telah dijelaskan diatas Raga/ Tubuh adalah Buatan Manusia (Bapa dan Ibu), sedang Sukma adalah buatan Allah.

Jika bersekolah itu sama artinya memintarkan akan diri kita ( Raga ), karena Raga adalah buatan Bapa dan Ibu ( Orang Tua ) kita, maka yang membiayai sekolah adalah Orang tua selaku penanggung jawab adanya Raga ini untuk hidup didunia, karena selaku penanggung jawab atas buatannya, maka Orang Tua akan memberikan bekal kepandaian, agar kepandaian tersebut dapat dipergunakan sebagai " Bekal " atau Sangu saat dia " Hidup " dalam " Dunia Baru " yang akan ditempatinya yaitu Berkeluarga, tentunya selain memberikan makan setiap harinya, demikian halnya Allah,
Allahpun sudah pasti akan bertanggung jawab atas Roh / Sukma yang dibuatnya, untuk itulah maka Allah telah memberikan Sangu atau Bekal yang diberikan, dan sangu tersebut yang menerima serta yang membawa adalah Sukma (Roh Allah yang disuruh tinggal dalam Tubuh Manusia), maka dalam peringkat Manunggaling Kawula Gusti ini banyak mengupas tentang Sangu atau Bekal yang diberikan Allah dan dibawa oleh Sukma dalam menempuh Kehidupan di dunia yang disebut dengan Sesanguning Urip atau Ilmu Allah.

Karena Manunggaling Kawula Gusti itu mengupas tentang Ilmu Allah, maka secara otomatis pula kita selalu berhubungan dengan Sukma, praktis akan berhubungan dengan bathin kita, atau hal-hal yang tidak kasat mata ( tidak terlihat ), hal inilah kadang Raga seakan-akan tidak diperlukan lagi, dan inilah yang banyak disebut dengan Mateni Raga atau lazim disebut dengan berpuasa,

Dalam mengupas Manunggaling Kawula Gusti haruslah mengerti dan paham terlebih dahulu tentang Menembahing Kawula Gusti, hal itu sangat diperlukan agar tidak kesasar ing tembe ( salah arah dikemudian ), apalagi jika sudah mengupas tentang RAGA dan SUKMA, dimana akan ada kemampuan Manusia, tentunya dengan seijin Allah untuk melakukan tehnik pemanggilan bahkan komunikasi dengan Ruh atau Sukma yang dalam pengertian tersebut disebut dengan NGGEROG SUKMA, dalam Nggerok Sukma sendiri terbagi menjadi 3 katagori yaitu :

1. Raga Sukma yaitu mewujudka akan Ruhnya sendiri yang lazim disebut Sukma Sejati, namun jika si Sukma memberikan akan Nasehat atau Kekuatannya itulah yang disebut Guru Sejati.
2. Rogoh Sukma yaitu mengambil atau memanggil Ruh orang lain.
3. Nggedok Sukma yaitu memanggil Ruh lain selain manusia atau Ruh orang yang telah meninggal.
atau mengupas kekuatan Allah yang lain, dimana kekuatan atau Ilmu Allah itu jika dilihat dari

FirmanNya :
Ilmu Allah itu jika ditulis di semua daun sedunia ini dengan tintanya air sesamodra tidak akan cukup.

Syeh Siti Jenar dalam Penjelasan akan Manunggaling Kawula Gusti selalu mengatakan "Ingsun iku Allah, Allah uga Ingsun", bukan berarti Syeh Siti itu Allah, namun mengillustrasikan/ mengajarkan bahwa yang dimaksud akan Ingsun disini adalah Diri kita, semua yang mendengarkan saat itu, hal tersebut seperti yang lazim disebutkan oleh kebanyakan orang " Kita harus selallu memohon pada yang Diatas " mereka menyebut itu sambil jari telunjuknya menunjuk keatas, Apakah Allah ada diatas ? diatas manakah itu ?, pengertian Diatas ini menjelaskan bahwa Allah ada diatas Segala-galanya.

Manembahing Kawula Gusti

Dalam tingkatan pengertian Manembahing Kawula Gusti ini siswa akan ditempa dan diajarkan :

1. Pengetahuan tentang Kasasujudan / Sasujud ( hubungan antara Manusia dengan Gusti Hyang Maha Agung ), lazim orang Jawa menyebutnya Dedalaning Gusti atau Jalan Allah, atau jika dirumuskan sbb :

Ingsun / Aku + Gusti Allah = Iman

2. Pengetahuan tentang Kasusilan / Susila ( hubungan Manusia dengan Manusia atau hubungan antar sesama ), atau jika dirumuskan sbb :

Ingsun + Sesama Manusia = Budi Pekerti

3. Kasamaden / Semedi ( Hubungan Manusia dengan Alam ), atau jika dirumuskan sbb :

Ingsun + Alam = Cipta, Rasa, Karsa

Cipta, Rasa, Karsa ini akan diperdalam biasanya pada tingkat Manunggaling Gusti.
Dalam kejenuhannya dalam belajar, maka siswa yang belajar pada tingkatan ini akan diajarkan olah Kanuragan / Olahraga yang dimulai dari Fisik umumnya Pencak Silat, Seni Tari, Seni Ukir, dll, namun sekarang hal tersebut berdiri sendiri-sendiri,
Mengapa ?

Karena Manembahing Kawula Gusti sekarang telah Punah, karena digantikan dengan Sasujudan dari pihak lain yaitu Agama.

Pada tataran Manembahing Kawula Gusti biasanya pola kemauannya masih pada PIKIR dan KEINGINAN, penertianya sbb :

Obahe Pikir iku kasebut Kareb, obahe Kareb kasebut Rasa,
Niat kang saka pikir iku kasebut Karsa, niat kang saka Kareb kasebut Karya

Bergeraknya Pikir itu disebut Keinginan, Bergeraknya Keinginan disebut Rasa,
Niat yang dari Pikir disebut Kemaunan, Niat yang dari Keinginan disebut Karya

Artinya : pada tataran ini jiwa mereka masih berkemauan yang hasilnya kadang mau menjalankan kadang tidak, atau jika sudah bisa mengerti akan agama maka dia akan berkarya untuk dirinya sendiri.

Perlu diketahui bahwa pengetahuan Kasusilan dalam Manembahing Kawula Gusti itu sangat penting disebabkan karena hubungan antara Manusialah sebagai pangkal dari kekisruhan yang ada dalam dunia ini, maka penekanan sikap dalam ajaran Manembahing Kawula Gusti ini diantaranya dalam petuah adalah sbb,

Agama iku satemene mung sadrema Buku, ananging Agama kang sejati iku lelakumu, marga laku kang becik iku ibarat Madep Gusti kang tanpa Sujud
( Agama itu hanya sekedar Buku, tetapi Agama yang sejati itu tingkah perbuatanmumu, sebab perbuatan yang baik ibarat menghadap/sholat tanpa sujud )

artinya, para siswa manembah itu dalam mempelajari Agama itu hanya sekedar belajar buku jalan kehidupan atau hanya mempelajari akan Firman Allah saja, sebab semua itu tidak berarti jika tidak diamalkan dalam bentuk laku kehidupan sehari-hari, sesuai petunjuk dalam Agama atau Buku dengan tanpa pamrih, sebab tanpa mengenal akan Firman Allahpun jika seseorang dalam kehidupan antar sesesama Mahkluk Ciptaan Allah, khususnya Manusia, merupakan pencerminan sikap akan pengenalan Jalan Allah yang tanpa bersujud, perlu diketahui penekanan dalam mengulas atau menjabarkan Agama dalam sikap manembah harus didasari oleh Bahasa Hati dan dilarang menggunakan bahasa Pikir, Mengapa ? Dalam pengertian Kejawen dijelaskan bahwa :

Dumununge Syetan ing wadag Manungsa iku ana ing Pikirmu, ananging dumununge Gusti ing wadag manungsa iku ana ing Atimu, mulane yen mangonceki dedalaning Gusti nganggo pikirmu bisa wae Syetan kang nyetir mula dadi gede ing karebmu, ananging yen mangoncei nganggo atimu Gusti kang nuntun dadi meneping atimu.

( Tinggalnya Syetan ditubuh Manusia itu ada di Pikiranmu, tetapi tinggalnya Allah ditubuh Manusia itu di Hatimu, maka kalau mengupas Jalan Allah dengan pikirmu akan besar dalam keinginanmu, tetapi kalau mengupasnya lewat Hatimu, Allah yang membimbing menjadi heningnya hatimu.)

Artinya : Orang Kejawen jika ingin mengupas akan Sikap Manembahing Kawula Gusti/ Jalan Allah/ Agama, haruslah lewat Hati tidak diperpolehkan lewat pikir, sebab jika lewat pikiran maka kita akan dipengaruhi dengan baying-bayang Syetan, seperti kita minta dihormati, dikagumi, bisa terkenal, berpamrih, karena semua itu berdampak akan materi semata, merasa dirinya yang benar, sehingga mudah melakukan perdebatan tafsir dengan yang tidak selaras dengan jalannya, berbeda pendapat satu dengan yang lain hingga timbul perdebatan antar Jalan Allah satu dengan yang lain, sebagai contoh, penulis sendiri 25 tahun menikah kadang masih terjadi perbedaan pendapat dengan Istri , akan tetapi kupaslah Jalan Allah itu dengan Hatimu, karena Bahasa Hati sedunia itu adalah sama, misal orang Jawa jika bersedih maka dia akan menangis, orang Africa, amerika, cina, pun kalau bersedih akan menangis, demikian pula jika senang maka orang seduniapun jika merasa senang mereka akan pula tertawa.

Pertanyaan : Benarkah kita mengikuti akan Allah dengan Pikiran kita atau sudah dengan Hati kita ?
Pengertian tersebut diatas sesuai pula petunjuk dari Kanjeng Sunan Kali Jaga dengan petuah atau pengertian KODOK KINEMUL LENG kang KAPISAN isinya sbb :

Gusti pepering Ruh dening Manungsa, sak jroning Ruhmu iku ana Sukma, Sakjroning Sukmamu ana Nyawa, sakjroning Nyawamu ana Rasa, sakjroning Rasamu ana Rahsa / Sirrullah, sakjroning Rahsamu ana Dzatullah, sakjroning Dzatullahmu ana Allah

Allah memberikan Roh pada Manusia, didalam Ruhmu itu ada Sukma, didalam Sukmamu itu ada Nyawa, didalam Nyawamu itu ada Rasa, didalam Rasamu itu ada Rahsa, didalam Rahsamu itu ada Dzatullah, didalam Dzatullahmu itu ada Allah.

Pengertian tersebut diatas menunjukkan bahwa Allah ada dalam Hati kita masing-masing yang mana kita tidak diperbolehkan menyakiti orang lain karena Allah juga tinggal dihati orang tersebut maka jika kita menyakitinya sama artinya kita menyakiti Allah, demikian pula jika kita menipu orang lain sama artinya dengan menipu Allah, dll.

Banyak orang takut dengan Harimau karena tatapan matanya, Manusia yang paling ditakuti adalah Kareb ( Keinginan ) nya, padahal jika kita mau menyimak kekisruhan tentang kondisi dunia semua ini sebenarnya hanyalah Kareb atau Keinginan penyebabnya, yang bersumber dari Pikiran, hal ini pula pihak kejawen memberikan petuahnya sbb :

Usrege ndonya iku sejatine mung sakecape lambe yoiku KAREP ananging tentreming ndonya iku uga sakecape lambe yoiku ELING, lelakua nganggo kekarepanmu ananging tetekena nganggo Elingmu.
( Kesemrawutan dunia ini itu sebenarnya Cuma sekecap bibir saja yaitu Ingin, tetapi tentramnya dunia ini sebetulnya juga sekecap bibir saja yaitu Ingat, berjalanlah dengan keinginanmu tetapi pakailah dengan tongkat keingatanmu ).

Artinya : Jika anda memiliki suatu keinginan silahkan jalankan jika itu sudah sesuai dengan kekuatanmu agar tidak memeras akal pikiran maupun tenaga, yang akhirnya akan menjerumuskan dalam penyimpangan Jalan Allah.

Rabu, 04 Juni 2008

Ki Alam Suryo Kusumo

Ki Alam Surya Kusuma yang tinggal dikota Semarang, belajar akan Jalan Allah yang diteruskan dengan Ilmu Allah dimulai sejak 31 tahun yang lalu, dimana beliau belajar Ilmu Karomah di Kudus dan dilanjutkan belajar Tenaga Dalam di Semarang, setelah itu belajar Kejawen di Boyolali yang diteruskan belajar kailmuan dengan beberapa Kyai baik di Wonosobo, Magelang, Ambarawa, Pangandaran, Madiun.
Ki Alam Surya Kusuma yang sangat aktif serta antusias mengupas tentang Kejawen ini berpendapat bahwa,
“ Dasar ilmu pengetahuan di Dunia ini ada 3 (tiga) yaitu Religius ( Agama ), Rasional ( Ilmiah ), dan Irasional ( yang tidak masuk
diakal ), ketiga unsur pengetahuan ini tidak dapat untuk diperdebatkan, tetapi ketiganya masuk dan bersatu dalam diri kita sehari-hari tanpa kita sadari, misalnya selaku umat beragama bangun tidur mereka
bersembahyang itu artinya mereka mencari rizki Religius, namun setelah jam 7 pagi keatas mereka akan bekerja, artinya mereka mencari rizki Rasional, akan tetapi terkadang kita punya mentraktir seseorang atau mengulang tahuni hari kelahiran kita, baik yang kita traktir ataupun yang hadir pada acara ulang tahun ini akan merasa senang terhadap kita, dimana rasa senang satu dengan yang lainnya tersebut akan
berbeda maknanya, demikian pula apa yang dinamakan Cinta memiliki makna yang berbeda antara orang yang satu dengan orang yang lainnya, itulah Rizki Irasional “
Menurut Ki Alam Surya Kusuma, bahwa Kejawen ada berbagai, ada yang mengupas tentang Sastra, mengupas tentang Wesi Aji, mengupas Kepercayaan, mengupas tentang Seni, dll, sedang Ki Alam sendiri mengupas tentang Kepercayaan dan Olah Rasa.

Kepercayaan Ki Alam sendiri dipelajari dari Sapto Darmo, Pangestu, Budi Luhur dan dari Ilmu Sejati yang diajarkan dari Kanjeng Syeh Siti Jenar, dimana menurut Beliau Ki Alam Surya, bahwa Kejawen yang sesungguhnya diajarkan Kanjeng Syeh Siti tersebut dibagi 3 tingkatan yaitu Manembahing Kawula Gusti, Manunggaling Kawula Gusti, dan Leburing Kawula Gusti. Ketiga tingkatan tersebut dalam Islam identik dengan Syariat, Hakekat, Makrifat, sedang dalam Budha identik dengan Kamadathu, Rupadathu, dan Arupadathu.

Dalam tingkat Manembahing Kawula Gusti itu terbagi menjadi 3 unsur yaitu :
Hubungan antara Aku dengan Allah maka akan timbul Iman, Hubungan Aku dan sesama Manusia lain akan timbul Budi Pekerti, serta Hubungan antara Aku dan Alam akan timbul Cipta, Rasa dan Karsa,
Cipta Rasa dan Karsa akan dikupas pada tingkat Manunggaling Kawula Gusti, sedangkan pada Leburing Kawula Gusti akan dibahas tentang sikap berpasrah diri pada Allah dalam menjemput kematian manusia itu sendiri yang disebutnya dengan Ilmu Kasampurnan.